Dalam Bahasa Kawi, Tulungagung berarti ‘sumber air besar’. Tulung
berarti sumber, dan agung berarti besar. Dulunya merupakan daerah kecil
yang terletak di sekitar tempat yang saat ini merupakan pusat kota
(alun-alun).
Tulungagung adalah sebuah kabupaten di Jawa Timur, Indonesia.
Kabupaten Tulungagung dibatasi oleh Kabupaten Blitar di sebelah timur,
Kabupaten Trenggalek disebelah barat, Kabupaten Kediri di sebelah utara
dan Samudra Hindia di sebelah selatan. Secara administratif, Kabupaten
Tulungagung terbagi dalam 19 kecamatan, 257 desa, dan 14 kelurahan.
Kecamatan tersebut adalah Bandung, Besuki, Boyolangu, Campurdarat,
Gondang, Kalidawir, Karangrejo, Kauman, Kedungwaru, Ngantru, Ngunut,
Pagerwojo, Pakel, Pucanglaban, Rejotangan, Sendang, Sumbergempol,
Tanggung Gunung, Tulungagung.
Secara topografik, Tulungagung terletak pada ketinggian 85 m di atas
permukaan laut (dpl). Bagian barat laut Kabupaten Tulungagung merupakan
daerah pegunungan yang merupakan bagian dari pegunungan Wilis-Liman.
Bagian tengah adalah dataran rendah, sedangkan bagian selatan adalah
pegunungan yang merupakan rangkaian dari Pegunungan Kidul. Di sebelah
barat laut Tulungagung, tepatnya di Kecamatan Sendang, terdapat Gunung
Wilis sebagai titik tertinggi di Kabupaten Tulungagung yang memiliki
ketinggian 2552 m. Di tengah Kota Tulungagung, terdapat Kali Ngrowo yang
merupakan anak Kali Brantas dan seolah membagi Kota Tulungagung menjadi
dua bagian: utara dan selatan.
Dulunya, Tulungagung merupakan daerah yang berawa-rawa, yang terkenal
dengan nama Bonorowo/ngrowo (rowo=rawa). Bekas rawa-rawa tersebut kini
menjadi wilayah kecamatan Campurdarat, Boyolangu, Pakel, Besuki,
Bandung, Gondang. Dalam prasasti Lawadan, terletak di sekitar Desa Wates
Kecamatan Campurdarat, dengan candra sengkala “Sukra Suklapaksa Mangga
Siramasa” yang menunjuk tanggal 18 November 1205 M disebutkan bahwa Raja
Daha yang terakhir yaitu Sri Kretajaya merasa berkenan atas kesetiaan
warga Thani Lawadan terhadap raja ketika terjadi serangan musuh dari
sebelah timur Daha. Tanggal tersebut kemudian digunakan sebagai hari
jadi Tulungagung. Pada Prasasti Lawadan dijelaskan juga tentang anugrah
Raja Kertajaya berupa pembebasan dari berbagai pungutan pajak dan
penerimaan berbagai hak istimewa kepada Dwan Ri Lawadan Tken Wisaya,
atau dikenal dalam cerita sebagai Dandang Gendhis. Di jaman majapahit,
Bonorowo dipimpin oleh seorang Adipati yang bernama adipati kalang.
Adipati kalang tidak mau tunduk pada kekuasaan Majapahit, yang berujung
pada invasi Mojopahit ke Bonorowo. Adipati kalang dan pengikutnya yang
berjuang dengan gagah berani akhirnya tewas dalam pertempuran didaerah
yang sekarang disebut Kalangbret dikecamatan Kauman.
Di Jaman penjajahan jepang, Tulungagung dijadikan base pertahanan
jepang untuk menangkal serangan sekutu dari australia serta sebagai
benteng pertahanan terakhir untuk menghadapi serangan dari arah utara.
Pada masa itu ratusan ribu romusa dikerahkan untuk mengeringkan
rawa-rawa Tulungagung membuangnya ke pantai selatan dengan membuat
terowongan air menembus dasar gunung Tanggul, salah satu gunung dari
rangkaian pegunungan yang melindungi Tulungagung dari dasyatnya ombak
pantai selatan, yang terkenal dengan sebutan terowongan ni yama.
Terowongan tersebut sekarang dijadikan PLTA Tulungagung.
Sentra industri dan makanan
Tulungagung sekarang terkenal sebagai sentra industri kerajinan
marmer dan batu onyx. Sentra industri ini terdapat di selatan
Tulungagung, terutama di Kecamatan Campurdarat, yang di dalamnya banyak
terdapat perajin marmer. Batu-batuan marmer dan onyx tersebut selain
bersumber dari Tulungagung sendiri, juga di datangkan dari daerah lain,
seperti Bawean, sebuah pulau yang masuk wilayah kabupaten Gresik. Bawean
dikenal sebagai pemasok batu onyx yang memiliki kualitas baik dan
relatif lebih tua dari segi usia.
Selain industri marmer, di Tulungagung juga tumbuh dan berkembang
berbagai industri kecil dan menengah yang kebanyakan memproduksi
alat-alat/perkakas rumah tangga. Seperti batik dan konveksinya, bordir
Garmen, busana muslim, sprei, sarung bantal, rukuh dan sebagainya. Di
Kecamatan Ngunut terdapat industri peralatan TNI dengan standart NATO
seperti tas ransel, sabuk, dan lainnya. Begitu juga makanan ringan
seperti kacang atom dan lain-lain.
Selain itu, juga terdapat banyak makanan khas Tulungagung. Makanan
tersebut barangkali tak akan mudah di temukan di daerah lain, seperti:
lodho ayam, nasi pecel, sompil, dan jajanan semisal kacang Shanghai,
geti, jongkong, ireng-ireng, sredeg, cenil, plenggong. Ada juga minuman
khasnya, seperti: kopi cethe, wedang jahe sere, dawet camcao, rujak
uyub, dan beras kencur.
Cerita Wisata dan Seni
Sebenarnya, Tulungagung memiliki banyak potensi pariwisata yang bisa
diandalkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Sayangnya, masih
banyak potensi pariwisata yang belum tergarap secara baik oleh
Pemerintah Kabupaten Tulungagung. Meski demikian, industri pariwisata di
Tulungagung cukup berkembang dengan objek wisata andalan seperti Pantai
Popoh yang terletak di Kecamatan Besuki.
Tulungagung diuntungkan dengan letak geografis yang berada di tepi
Samudera Hindia, sehingga memiliki banyak pantai yang menarik untuk
dikunjungi selain Pantai Popoh, di antaranya Pantai Sidem, Pantai
Brumbun, Pantai Sine, Pantai Molang, Pantai Klatak, Pantai Gerangan, dan
Pantai Dlodo.
Selain objek wisata pantai, Tulungagung juga memiliki objek wisata
alam lain, di antaranya Air Terjun Lawean di Kecamatan Sendang, Coban
Alam di Kecamatan Campurdarat, Gua Selomangleng di Kecamatan Boyolangu,
serta Gua Pasir di Kecamatan Sumbergempol. Di utara Tulungagung, objek
wisata alam yang terkenal adalah Pesanggarahan Argo Wilis, Perkebunan
Teh Penampean, serta Bendungan Wonorejo.
Beberapa situs peninggalan zaman baheula berupa candi menjadi
pelengkap obyek wisata di Tulungagung, seperti Candi Gayatri yang
terdapat di Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu, candi ini adalah tempat
untuk mencandikan Gayatri (Sri Rajapatni), istri keempat Raja Majapahit
yang pertama, Raden Wijaya (Kertarajasa Jayawardhana), dan merupakan
ibu dari Ratu Majapahit ketiga, Sri Gitarja (Tribhuwanatunggadewi),
sekaligus nenek dari Hayam Wuruk (Rajasanegara), raja yang memerintah
Kerajaan Majapahit di masa keemasannya. Nama Boyolangu itu sendiri
tercantum dalam Kitab Nagarakertagama yang menyebutkan nama
Bayalangu/Bhayalango (bhaya = bahaya, alang = penghalang) sebagai tempat
untuk menyucikan beliau.
Di bidang seni, Tulungagung memiliki beberapa kesenian khas yang bisa
dijadikan magnet untuk mengangkat pariwisata Tulungagung, di antaranya:
Jaranan sentherewe , Reog Tulungagungan, Tiban, Jedor, Kentrung, Manten
Kucing. Kesenian jaranan dan reog tulungagungan bahkan mendapat
dukungan yang luas dari mayoritas masyarakat Tulungagung untuk maju dan
berkembang.
Berbeda dengan reog Ponorogo, reog Tulungagung tidak dilengkapi
dengan dadak merak. Sebuah sumber mengatakan reog Tulungagung biasanya
terdiri dari 6 orang penari dengan membawa dan menabuh kendang.
Masing-masing diiringi dua kenong dengan dua nada dan satu gong.
Kelompok-Kelompok Kesenian Tulungagung biasanya memproduksi VCD
kesenian mereka secara indi label. Sehingga kalau ada yang menginginkan
referensi tentang kesenian-kesenian di Tulungagung, bisa dengan mudah
mendapatkannya di pasar-pasar daerah, seperti pasar tulungagung.
Ketoprak ‘Siswo Budoyo’ adalah contoh kelompok kesenian asli
Tulungagung yang dulu sangat terkenal dan cukup melegenda. Namun,
seiring perjalanan waktu kelompok kesenian ini pun akhirnya surut.
Sampai kini belum ada yang bisa menggantikannya.
Friday, January 20, 2012
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment